PERSIJA JAKARTA
“Kenangan kita takkan ku lupa, ketika kita masih bersama, kita pernah menangis, kita pernah tertawa, Pernah bahagia bersama. Semua akan selalu kuingat, semua akan selalu membekas, kita pernah bersatu dalam satu cinta, dan kini kita harus berpisah, Aku pergi…”, sekiranya lirik dari lagu berjudul ‘Aku Pergi’ milik penyanyi Alika tersebut mampu mewakili kegalauan persija dan para jakmania saat ini, bagaimana tidak? Persija saat ini bak Harimau yang terusir dari kandangnya sendiri dan ironisnya itu untuk yang kesekian kalinya.
Persija adalah klub besar dari Ibu kota yang telah mengukir sejarah panjang dalam kancah persepakbolaan Indonesia dengan sederet prestasinya yang diantaranya telah menyabet sembilan kali juara perserikatan (1931, 1933, 1934, 1938, 1964, 1973, 1975, 1977, 1979) dan satu kali juara liga (2001), bahkan klub ini adalah salah satu klub penggagas terbentuknya PSSI, tapi jika ditanya di mana kandang Persija? Lalu siapa yang bisa lantang menjawabnya saat ini?.
Ironis dan juga miris melihat kondisi Persija saat ini, sebagai klub besar dari Ibu kota, Persija seolah menjadi anak hilang di rumahnya sendiri. Bahkan klub yang telah berdiri sejak 28 November 1928 ini terpaksa harus menyewa stadion Gelora Bung Karno sejak tahun 2008 untuk partai kandangnya, belum lagi kadang sulitnya perizinan dari pihak kepolisian setempat untuk menyelanggarakan pertandingan membuat Persija kerap “terusir” dari partai kandangnya dan memaksanya bermain jauh dari Ibu kota seperti di Stadion Manahan di Solo, Stadion Gajayana di Malang, Stadion Kanjuruhan di Malang, Stadion Gelora Bumi Kartini di Jepara atau juga Stadion Mandala Krida di Yogyakarta.
Jika menilik sedikit kebelakang sejarah Klub Persija, maka “pernah” ada dua stadion yang begitu lekat dengan sejarah panjang Klub Persija, yakni Stadion Menteng dan Stadion Lebak Bulus. Voetbalbond Indische Omstreken Sport (Viosveld) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Stadion Menteng adalah bagian dari sejarah panjang Klub Persija, sebab Stadion yang dirancang oleh arsitek Belanda, F.J. Kubatz dan P.A.J. Moojen ini sudah digunakan oleh Klub Persija sejak tahun 1951, dan Stadion itu juga merupakan saksi bisu dari berbagai prestasi Persija di era Perserikatan dan di Stadion itu juga telah terlahir banyak pemain sepak bola hebat pada zamannya, bukan hanya untuk Klub Persija tapi juga Indonesia, seperti Iswadi Idris, Anjas Asmara, Ronny Pattinasarani atau Rahmad Darmawan.
Tapi kini cerita-cerita kebanggaan akan Stadion Menteng hanyalah sebuah Kenangan, sebab tidak lagi kita bisa mendengar riuh para suporter yang meneriakan kata “Persija” di sana atau gegap gempita suporter yang beratribut khas “Orange” itu, sebab Stadion yang berletak di Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat itu telah resmi dialih fungsikan menjadi Taman Menteng di era kepemimpinan Gubenur Sutiyoso tepatnya pada Pada 26 Juli 2006 lalu.
Pun begitu dengan nasib Stadion lebak Bulus, Stadion yang menjadi sejarah terbentuknya salah satu suporter terbesar di Indonesia “Jakmania” pada 19 Desember 1997 dan tempat bersejarah dikala Persija pernah merayakan gelar juara liga di tahun 2001 itu kini nasibnya bak telur di ujung tanduk, sejak Wakil Gubernur jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa Stadion Lebak Bulus akan segera digusur untuk dijadikan depo (tempat parkir) megaproyek transportasi massal berbasis rel atau mass rapid transit (MRT).
Janji-janji akan Stadion baru untuk Klub Persija memang kerap dihembuskan oleh Pemimpin Jakarta sejak beberapa era kepemimpinan, namun hingga kini Persija dan para Jakmania masih menunggu dengan cemas, kapankah wacana itu segera direalisasikan? dan haruskah lagi ada sejarah yang terbuang dari sejarah panjang persepakbolaan yang seharusnya kita lestarikan?.
-Alvin Wahid Karim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar