Jumat, 27 Maret 2015



                                                                 The Jak mania
  
The Jakmania berdiri sejak Ligina IV, tepatnya 19 Desember 1997. Markas dan sekretariat The Jakmania berada di Stadion Menteng. Setiap Selasa dan Jumat merupakan rutinitas The Jakmania baik itu pengurus maupun anggota untuk melakukan kegiatan kumpul bersama membahas perkembangan The Jakmania serta laporan-laporan dari setiap bidang kepengurusan.
Tidak lupa juga melakukan pendaftaran bagi anggota baru dalam rutinitas tersebut. Ide ini muncul dari Diza Rasyid Ali, manajer Persija waktu itu. Ide ini mendapat dukungan penuh dari Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Sebagai pembina Persija, memang Bang Yos (sapaan akrabnya)sangat menyukai sepakbola. Ia ingin sekali membangkitkan kembali sepakbola Jakarta yang telah lama hilang baik itu tim maupun pendukung atau suporter.
Pada awalnya, anggota The Jakmania hanya sekitar 100 orang, dengan pengurus sebanyak 40 orang. Ketika dibentuk, dipilihlah figur yang dikenal di mata masyarakat. Gugun Gondrong merupakan sosok paling ideal disaat itu. Meski dari kalangan selebritis, Gugun tidak ingin diberlakukan berlebihan. Ia ingin merasa sama dengan yang lain.
Pengurus The Jakmania waktu itu akhirnya membuat lambang sebuah tangan dengan jari berbentuk huruf J. Ide ini berasal dari Edi Supatmo, yang waktu itu menjadi Humas Persija. Hingga sekarang, lambang itu masih dipertahankan dan selalu diperagakan sebagai simbol jati diri Jakmania.
Seiring dengan habisnya masa pengurusan, Gugun digantikan Ir. T. Ferry Indrasjarief. Ia lebih akrab disapa Bung Ferry. Masa tugas Bung Ferry adalah periode 1999-2001 dan kembali dipercaya untuk memimpin The Jakmania periode 2001-2003, 2003-2005.
Lelaki tinggi, tampan dan sarjana lulusan ITI Serpong inilah yang memimpin The Jakmania hingga 3 periode. Dibawah kepemimpinan Bung Ferry yang juga pernah menjadi anggota suporter Commandos Pelita Jaya, The Jakmania terus menggeliat. Organisasi The Jakmania ditata dengan matang. Maklum, Bung Ferry memang dibesarkan oleh kegiatan organisasi. Awalnya, sangat sulit mengajak warga Jakarta untuk mau bergabung.
Beruntung, pengurus menemukan momentum jitu. Saat tim nasional Indonesia berlaga pada Pra Piala Asia, mereka menyebarkan formulir di luar stadion. Dengan makin banyaknya anggota yang mendaftar sekitar 7200 anggota, dibentuklah Kordinator Wilayah (Korwil).
Dan sampai pendaftaran terakhir saat ini terdapat lebih dari 30.000 anggota dari 50 Korwil. Setelah diadakan Pemilihan Umum Raya 2005, untuk memilih Ketua Umum yang baru, akhirnya terpilihlah Ketua Umum Baru periode 2005-2007 yaitu Sdr. Hanandiyo Ismayani atau yang bisa dipanggil dengan Bung Danang.

                                                               PERSIJA  JAKARTA



“Kenangan kita takkan ku lupa, ketika kita masih bersama, kita pernah menangis, kita pernah tertawa, Pernah bahagia bersama. Semua akan selalu kuingat, semua akan selalu membekas, kita pernah bersatu dalam satu cinta, dan kini kita harus berpisah, Aku pergi…”, sekiranya lirik dari lagu berjudul ‘Aku Pergi’ milik penyanyi Alika tersebut mampu mewakili kegalauan persija dan para jakmania saat ini, bagaimana tidak? Persija saat ini bak Harimau yang terusir dari kandangnya sendiri dan ironisnya itu untuk yang kesekian kalinya.
Persija adalah klub besar dari Ibu kota yang telah mengukir sejarah panjang dalam kancah persepakbolaan Indonesia dengan sederet prestasinya yang diantaranya telah menyabet sembilan kali juara perserikatan (1931, 1933, 1934, 1938, 1964, 1973, 1975, 1977, 1979) dan satu kali juara liga (2001), bahkan klub ini adalah salah satu klub penggagas terbentuknya PSSI, tapi jika ditanya di mana kandang Persija? Lalu siapa yang bisa lantang menjawabnya saat ini?.
Ironis dan juga miris melihat kondisi Persija saat ini, sebagai klub besar dari Ibu kota, Persija seolah menjadi anak hilang di rumahnya sendiri. Bahkan klub yang telah berdiri sejak 28 November 1928 ini terpaksa harus menyewa stadion Gelora Bung Karno sejak tahun 2008 untuk partai kandangnya, belum lagi kadang sulitnya perizinan dari pihak kepolisian setempat untuk menyelanggarakan pertandingan membuat Persija kerap “terusir” dari partai kandangnya dan memaksanya bermain jauh dari Ibu kota seperti di Stadion Manahan di Solo, Stadion Gajayana di Malang, Stadion Kanjuruhan di Malang, Stadion Gelora Bumi Kartini di Jepara atau juga Stadion Mandala Krida di Yogyakarta.
Jika menilik sedikit kebelakang sejarah Klub Persija, maka “pernah” ada dua stadion yang begitu lekat dengan sejarah panjang Klub Persija, yakni Stadion Menteng dan Stadion Lebak Bulus. Voetbalbond Indische Omstreken Sport (Viosveld) atau yang lebih dikenal dengan sebutan Stadion Menteng adalah bagian dari sejarah panjang Klub Persija, sebab Stadion yang dirancang oleh arsitek Belanda, F.J. Kubatz dan P.A.J. Moojen ini sudah digunakan oleh Klub Persija sejak tahun 1951, dan Stadion itu juga merupakan saksi bisu dari berbagai prestasi Persija di era Perserikatan dan di Stadion itu juga telah terlahir banyak pemain sepak bola hebat pada zamannya, bukan hanya untuk Klub Persija tapi juga Indonesia, seperti Iswadi Idris, Anjas Asmara, Ronny Pattinasarani atau Rahmad Darmawan.
Tapi kini cerita-cerita kebanggaan akan Stadion Menteng hanyalah sebuah Kenangan, sebab tidak lagi kita bisa mendengar riuh para suporter yang meneriakan kata “Persija” di sana atau gegap gempita suporter yang beratribut khas “Orange” itu, sebab Stadion yang berletak di Jalan HOS Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat itu telah resmi dialih fungsikan menjadi Taman Menteng di era kepemimpinan Gubenur Sutiyoso tepatnya pada Pada 26 Juli 2006 lalu.
Pun begitu dengan nasib Stadion lebak Bulus, Stadion yang menjadi sejarah terbentuknya salah satu suporter terbesar di Indonesia “Jakmania” pada 19 Desember 1997 dan tempat bersejarah dikala Persija pernah merayakan gelar juara liga di tahun 2001 itu kini nasibnya bak telur di ujung tanduk, sejak Wakil Gubernur jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan bahwa Stadion Lebak Bulus akan segera digusur untuk dijadikan depo (tempat parkir) megaproyek transportasi massal berbasis rel atau mass rapid transit (MRT).
Janji-janji akan Stadion baru untuk Klub Persija memang kerap dihembuskan oleh Pemimpin Jakarta sejak beberapa era kepemimpinan, namun hingga kini Persija dan para Jakmania masih menunggu dengan cemas, kapankah wacana itu segera direalisasikan? dan haruskah lagi ada sejarah yang terbuang dari sejarah panjang persepakbolaan yang seharusnya kita lestarikan?.
-Alvin Wahid Karim

Kamis, 26 Maret 2015

Sejarah Persija Jakarta

Persija Jakarta merupakan salah satu tim besar yang ada di Indonesia. Sudah banyak raihan prestasi yg diukir tim ibu kota ini. Untuk itu pada postingan kali ini saya akan mencoba mengulas Sejarah, Profil, dan Prestasi Tim Sepak Bola Persija Jakarta tersebut secara lengkap dan detail. Mari simak informasinya dibawah ini.








Sejarah Persija Jakarta 
Persija Jakarta merupakan salah satu klub sepak bola terbesar yang berada di Indonesia. Nama Persija sudah tidak asing lagi di telinga pecinta sepak bola Indonesia. Prestasi persija dalam dunia sepak bola juga sudah tidak perlu di ragukan lagi. Persija juga telah banyak melahirkan para pemain bintang kelas nasional. Persija di dirikan pada tanggal 28 November 1928.

Pada awal berdirinya namanya bukan persija melainkan Voetbalbond Indonesish Jakarta (VIJ). Setelah Republik Indonesia kembali ke bentuk Negara kesatuan akhirnya VIJ berganti nama menjadi Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta atau lebih sering di kenal dengan nama Persija Jakarta. Persija di kelolla di bawah pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Persija juga telah mempunyai julukan sebagai macan kemayoran.

Pada saat masih adanya Perserikatan Persija berhasil menorehkan prestasi yang cukup cemerlang dengan berhasil menjuarai perserikatan sebanyak sembilan kali, empat kali di antaranya ketika namanya masih VIJ. Akan tetapi seirng dengan adanya perubahan format liga Indonesia, Prestasi terbaik Persija adalah juara Liga Indonesia pada tahun 2001. Selain itu Persija juga mampu menembus tingkat Internasional dengan menjadi juara Piala Sultan Brunei darusalam pada tahun 2000. Akan tetapi sampai sekarang persija belum bisa menunjukkan Prestasi gemilangnya lagi seperti dulu dan bahkan hanya mampu masuk sepuluh besar saja pada kompetisi liga Indonesia. Ini di akibatkan karena kondisi keuangan Persija menjadi tidak jelas  karena Anggaran dan Pendatapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang selama ini menopang biaya Persija sudah tidak bisa dinikmati lagi. Hal ini juga mengakibatkan persija tidak bisa mencari pemain – pemain terbaiknya lagi karena keterbatasan dana. Selain itu Persija juga tidak bisa mencari pelatih yang handal untuk memimpin Persija.

Pada superliga Indonesia musim 2009 – 2010, suasana di dalam tubuh Persija juga semakin tidak kondusif sehingga membuat Persija kehilangan calon – calon investor. Selain itu juga berdampak manajemen terlambat memburu pemain – pemain terbaik.Pada akhir 2011, PSS mengakui PT. Persija Jaya sebagai administratur di kompetisi resmi. Hal itu membuat terjadinya dualisme di dalam tim asal Jakarta ini. PT. Persija Jaya tampil di Indonesia Premier League (IPL) di penyelenggara Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS). Sementara PT. Persija Jaya Jakarta tetap ikut di Indonesia Super League (ISL) di bawah PT. Liga Indonesia. Pada musim ini diharapkan Persija bisa bangkit kembali dengan adanya sistem baru yang di terapkan dalam manajemen Persija sehingga mampu menjadi juara pada musim kompetisi sekarang ini. Walaupun beberapa tahun terakhir ini persija tidak mampu lagi menjadi juara akan tetapi persija masih di anggap sebagai klub raksasa di Indonesia dengan mempunyai penggemar fanatic yang cukup banyak.